Minggu, 22 Desember 2013

saponifikasi

PEMBUATAN SABUN DENGAN TEKNIK SAPONIFIKASI

I.                  PENDAHULUAN

A.    Dasar Teori
Sejarah Sabun
Sejarah sabun mandi pertama diketahui sejak abad ke 12 dan mulai dikembangkan pada abad ke 17 oleh orang-orang inggris menggunakan soda abu, pada awalnya orang mengenal bahan pembersih alami yang ada disekitar tempat tinggal seperti air, lumpur, abu, batu apung dan lain-lain dengan kemampuan yang tidak maksimal untuk membersihkan kotoran karena hanya bisa menghilangkan kotoran diluar (Herbamart, 2011).
Dibeberapa Negara seperti maroko penggunaan lumpur untuk membersihkan badan sudah menjadi sebuah tradisi dikalangan bangsawan untuk merawat kesehatan dan kehalusan kulit serta menjaga kulit tetap kencang dan awet muda, salah satu produk ini masih digunakan dan beredar diklinik-klinik perawatan kecantikan dengan nama ghassoul sebagai masker dan lulur mandi serta rambut lumpur. Orang Yunani kuno menggunakan lilin untuk membersihkan tubuh dan mengolesi minyak serta mencuci pakaian mereka hanya cukup dengan air di sungai tanpa sabun (Herbamart, 2011).
Dikalangan masyarakat Indonesia sendiri nenek moyang kita sudah menggunakan sabun alami untuk membersihkan badan dan pakaian menggunakan produk nabati dari cairan buah klerak dan sudah tak praktekan sendiri memang bisa membersihkan kotoran untuk mandi (Herbamart, 2011).
Sebagaimana dalam sejarah perkembangannya sabun mulai diproduksi secara besar-besaran sekitar tahun 1622, di amerika produk sabun mulai memasyarakat sejak kedatangan pendatang dari inggris yang bisa membuat sabun dan pada masa sebelum itu sabun merupakan produk mewah yang menghasilkan pajak bagi pemerintah inggris pada masa pemerintahan raja james 1 pada abad ke 19 dan setelah pajak dihapuskan, sabun menjadi lebih banyak digunakan masyarakat kelas bawah (Herbamart, 2011).
Produksi sabun skala komersial terjadi pada tahun 1791 sejak kimiawan dari Prancis mematenkan produk soda abu sebagai bahan baku utama sabun mandi. Saat ini banyak produk sabun yang beredar di pasaran yang masih menggunakan soda abu dan beberapa produsen menggunakan bahan alternative selain soda abu untuk menghemat biaya dan ramah lingkungan serta aman bagi kulit seperti KOH, SLS, ABS, dan lain-lain (Herbamart, 2011).
Produk-produk tambahan dalam sabun tersebut ada yang sudah dilarang penggunaanya di luar negeri seperti ABS yang tidak mudah terurai oleh bakteri pengurai, sebagian produsen sabun juga masih menggunakan soda abu atau soda api/kaustik soda untuk menghemat biaya akan tetapi produk ini menyebabkan kulit menjadi mengelupas dan perih jika mengenai kulit yang sensitive, untuk mengujinya Anda bisa mengusapkan ke wajah dan biarkan beberapa menit, jika merasa perih bisa jadi bahan baku sabun tersebut menggunakan kaustik soda, hal ini jarang terjadi terhadap produk sabun herbal karena sabun herbal selain menggunakan bahan pilihan juga banyak mengandung herbal yang mampu merawat kulit dan memberi kelembaban seperti minyak zaitun dan lain-lain (Herbamart, 2011).

Pengertian Sabun
Sabun adalah senyawa kimia yang dihasilkan dari reaksi lemak atau minyak dengan Alkali. Sabun juga merupakan garam-garam Monofalen dari Asam Karboksilat dengan rumus umumnya RCOOM, R adalah rantai lurus (alifatik) panjang dengan jumlah atom C bervariasi, yaitu antara C12-C18 dan M adalah kation dari kelompok alkali atau ion ammonium (Diah Pramushinta, 2011).
Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan. Sabun biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebut batang karena sejarah dan bentuk umumnya. Penggunaan sabun cair juga telah telah meluas, terutama pada sarana-sarana publik. Jika diterapkan pada suatu permukaan, air bersabun secara efektif mengikat partikel dalam suspensi mudah dibawa oleh air bersih. Di negara berkembang, deterjen sintetik telah menggantikan sabun sebagai alat bantu mencuci atau membersihkan (Anonim,2013).
Banyak sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang dapat diturunkan dari minyak atau lemak dengan direaksikan dengan alkali (seperti natrium atau kalium hidroksida) pada suhu 80–100 °C melalui suatu proses yang dikenal dengan saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Secara tradisional, alkali yang digunakan adalah kalium yang dihasilkan dari pembakaran tumbuhan, atau dari arang kayu. Sabun dapat dibuat pula dari minyak tumbuhan, seperti minyak zaitun (Ralph J. Fessenden, 1992).
Sifat sifat fisik sabun yang perlu diketahui oleh design engineer dan kimiawi adalah sebagai berikut menurut (Diah Pramushinta, 2011) :
1.Viskositas
Setelah minyak atau lemak disaponifikasi dengan alkali, maka akan dihasilkan sabun yang memiliki viskositas yang lebih besar dari pada minyak atau alkali. Pada suhu di atas 75oC viskositas sabun tidak dapat meningkat secara signifikan, tapi di bawah suhu 75oC viskositasnya dapat meningkatkan secara cepat. Viskositas sabun tergantung pada temperature sabun dan komposisi lemak atau minyak yang dicampurkan.
2. Panas Jenis
Panas jenis sabun adalah 0,56 Kal/g.          
        3.Densitas
Densitas sabun murni berada pada range 0,96g/ml – 0,99g/ml.

Sifat – Sifat Sabun
a.       Sabun bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.
CH3(CH2)16COONa + H2O → CH3(CH2)16COOH + NaOH
b.      Sabun menghasilkan buih atau busa. Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap.
CH3(CH2)16COONa + CaSO4 →Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2

c.       Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hydrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organic sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air (Vii afida, 2012).

Berikut merupakan proses penghilangan kotoran menurut (Vii afida, 2012):
1.      Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan permukaan sehingga aii kain sehingga kain menjadi bersih. meresap lebih cepat kepermukaan kain.
     2.      Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul kotoran dan molekul sabun membentuk suatu emulsi.
     3.      Sedangkan bagian kepala molekul sabun didalam air pada saat pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih.

Bahan Dasar Pembuatan Sabun
Secara teoritis semua minyak atau lemak dapat digunakan untuk membuat sabun. Meskipun demikian, ada beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam memilih bahan mentah untuk membuat sabun. Beberapa bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan sabun antara lain (Diah Pramushinta, 2011) :
Minyak atau Lemak
Minyak atau lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang (± 28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat (Vii afida, 2012).
Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya (Irdoni dan Nirwana, 2013) :
1.      Tallow ( Lemak Sapi )
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging  sebagai hasil samping. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer point pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer point di bawah 40°C dikenal dengan nama grease. Kandungan utama dari tallow yaitu : asam oleat 40-45%, asam palmitat 24-37%, asam stearat 14-19%, asam miristat 2-8%, asam linoleat 3-4%, dan asam laurat 0,2%.
                                       2.      Lard ( Lemak Babi )
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti asam oleat (60-65%) dan asam lemak jenuh seperti asam stearat (35-40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.

3. Palm Oil ( Minyak Sawit )
Minyak sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak sawit harus dicampur dengan bahan lainnya. Kandungan asam lemaknya yaitu asam palmitat 42-44%, asam oleat 35-40%, asam linoleat 10%, asam linolenat 0,3%, asam arachidonat 0,3%, asam laurat 0,3%, dan asam miristat 0,5-1%.
             4.Coconut Oil ( Minyak Kelapa )
                       Minyak kelapa  merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat sekitar 44-52%, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik.
              5. Palm Kernel Oil ( Minyak Inti Sawit )
Minyak inti sawit diperoleh dari biji buah sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa. Kandungan asam lemak yang terdapat pada palm kernel oil yaitu : asam laurat 40-52%, asam miristat 14-18%, asam oleat 11-19%, asam palmitat 7-9%, asam kaprat 3-7%, asam kaprilat 3-5%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2%.
6. Palm Oil Stearine ( Minyak Sawit Stearin )
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah asam palmitat 52-58% dan asam oleat 27-32%. Selain itu juga terdapat asam linoleat 6,6-8,2%, asam stearat 4,8-5,3%, asam miristat 1,2-1,3%, asam laurat 0,1- 0,4%
                7. Marine Oil
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh (asam oleat) yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
               8. Castor Oil ( Minyak Jarak )
Minyak jarak berwarna bening dan dapat dimanfaatkan sebagai kosmetika, bahan baku pembuatan biodisel dan sabun. Minyak jarak mempunyai massa jenis 0,957-0,963 kg/liter, bilangan iodium 82-88 g I2/100 g, bilangan penyabunan 176-181 mg KOH/g. Minyak jarak mengandung komponen gliserida atau dikenal sebagai senyawa ester. Komposisi asam lemak minyak jarak terdiri dari asam riccinoleat sebanyak 86%, asam oleat 8,5%, asam linoleat 3,5%, asam stearat 0,5-2,0%, asam dihidroksi stearat 1-2% (G. Brown, 1973).
                              9. Olive Oil ( Minyak Zaitun )
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit. Zaitun secara alami mengandung beberapa senyawa yang tak tersabunkan seperti fenol, tokoferol, sterol, pigmen, dan squalen. Minyak zaitun juga mengandung triasil gliserol yang sebagian besar di antaranya berupa asam lemak tidak jenuh tunggal jenis oleat. Kandungan asam oleat tersebut dapat mencapai 55-83 persen dari total asam lemak dalam minyak zaitun.
10. Campuran Minyak dan Lemak
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.

B.     Tujuan
Membuat sabun dengan metode saponifikasi dan mengetahui sifat sabun dan kebasaannya.




II.               METODE PRAKTIKUM

A.    Alat dan Bahan
Alat yang digunakan antara lain:

1.      Erlenmeyer
2.      Gelas ukur
3.      Cawan petri
4.      Timbangan analitik
5.      Gelas Piala
6.      Pipet Volume
7.      Corong
8.      Kertas saring
9.      Batang pengaduk
10.  Penangas air
11.  Hair Dryer

Bahan yang digunakan antara lain:
1.      Mentega
2.      Etanol
3.      NaOH 25%
4.      NaCl jenuh
5.      CaCl2 5%
6.      FeCl3 5%
7.      MgCl2 5%
8.      Air panas
9.      Es Batu
10.  Aquadest



B.     Prosedur Kerja
1.      Pembuatan Sabun
                     


2.      Sifat Sabun
Zat Pengemulsi
 Reaki dengan Air Sadah
Kebasaan (alkalinitas)

III.             HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Pengamatan
Pembuatan Sabun
No.
Keterangan
Berat Endapan yang Dihasilkan
1.
Berat sabun yang dihasilkan
9,69 gram

Sifat Sabun
No.
Langkah Percobaan
Hasil Pengamatan
1.
Zat pengemulsi
Ø  5 tetes minyak + 5 ml air = larutan bening namun ada yang berwarna kuning di permukaan.
Ø  5 tetes  minyak+ 5 ml air + sedikit sabun= larutan berwarna kuning.
2.
Reaksi dengan Air Sadah
Ø  Larutan sabun + CaCl2 5% = larutan putih susu dengan banyak buih.
Ø  Larutan sabun + FeCl3 5% = larutan kuning kecoklatan dengan buih sabun.
Ø  Larutan sabun + MgCl2 5% = larutan putih susu tanpa buih.
Ø  Larutan sabun + air kran = larutan putih susu dengan buih.
3.
Tes kebasaan (alkalinitas)
pH = 11


B.     Pembahasan
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan pecobaan tentang pembuatan sabun dengan menggunakan teknik saponifikasi. Pembuatan sabun tergantung pada reaksi kimia organik, yaitu saponifikasi. Lemak direaksi dengan alkali untuk menghasilkan sabun dan gliserin. Persamaan reaksi dari saponifikasi adalah:

C3H3(O2CR)3 + NaOH
à 3RCOONa + C3H5(OH)3
Lemak minyak                   Alkali                       Sabun                           Gliserin

Saponifikasi merupakan reaksi ekstern yang menghasilkan padan sekitar 65 kalori per kilogram minyak yang disaponifikasi. pada rumus kimia diatas, R dapat berupa rantai yang sama maupun berbeda-beda dan biasanya dinyatakan dengan R1, R2, R3. rantai R dapat berasal dari laurat, palmitat, stearat, atau asam lainnya yang secara umum di dalam minyak disebut sebagai eter gliserida. Struktur gliserida tergantung pada komposisi minyak. Perbandingan dalam pencampuran minyak dengan beberapa gliserida ditentukan oleh kadar asam lemak pada lemak atau minyak tersebut. Reaksi saponifikasi dihasilkan dari pendidihan lemak dengan alkali dengan menggunakan steam terbuka.
Pada percobaan ini digunakan lemak dari mentega. Langkah pertama adalah menambahkan 5 ml etanol dan 5 ml NaOH. Tujuan penambahan NaOH adalah menetralkan sifat asam. Selain itu penambahan NaOH sebagai pemberi busa pada pembuatan sabun tersebut. Campuran dipanaskan pada suhu 60-70oC  lalu akan terbentuk larutan dengan banyak gumpalan-gumpalan kecil. Tujuan dari pemanasan tersebut adalah untuk menghomogen kan campuran dari lemak mentega dan larutan NaOH. Lalu dinginkan campuran dengan menggunakan batu es hingga terbentuk 2 lapisan sabun dan Gliserol. Tujuan didinginkan adalah untuk membekukan campuran dari lemak mentega dan larutan NaOH supaya membentuk sabun padatan.


KESIMPULAN

1.      Bahan dasar pembuatan sabun secara sederhana adalah dengan memanaskan campuran antara lemak/minyak dengan alkali (basa). Sabun memiliki dua ujung, yang mana salah satu ujungnya sangat suka larut dalam air, dan ujung satunya lagi sangat suka larut dalam minyak.

2..      Tahap tahap proses pembuatan sabun ada 4 yaitu, saponifikasi lemak netral, pengeringan, netralisasi asam lemak, dan penyempurnaan sabun.

DAFTAR PUSTAKA

Cotton dan Wilkinson.1989.Kimia Anorganik Dasar. Jakarta:UI Press
Day & Underwood. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima.Jakarta : Erlangga.
Harjadi. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar.Jakarta : PT. Gramedia.
Luthana, Yissa. 2010. Bahan – bahan Pembuatan Sabun. http://yissaprayogo.                                       wordpress.com/2010/05/07/bahan-bahan-dalam-pembuatan-sabun/. Diakses pada 3 Mei 2013.
Perdana, F.K dan Ibnu Hakim, 2009, Pembuatan Sabun Cair dari Minyak Jarak dan Soda Q Sebagai Upaya Meningkatkan Pangsa Pasar Soda Q, http://eprints.undip.ac.id, 18 Desember 2013.
Suheri, Fauzan. 2010. Pembuatan Sabun. http://blog.unsri.ac.id/suherifauzan/kampus/pembuatan-sabun/.html. Diakses pada 2 Mei 2013
Vii afida. 2012.Proses Pembuatan sabun dan detergent. http://viiafida.blogspot.com/2012/11/proses-pembuatan-sabun-dan-detergent.html. Diakses tanggal 18 Desember 2013

LAMPIRAN


Gambar 1. Penyaringan Sabun
 
Gambar 2.  Reaksi dengan Air Sadah
Keterangan:
1.       5 tetes minyak + 5 ml air
2.       5 tetes minyak + 5 ml air + sedikit sabun
3.       Larutan sabun + CaCl2 5%
4.       Larutan sabun + FeCl3 5%
5.       Larutan sabun + MgCl2 5%
6.       Larutan sabun + air kran